“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah”

(Rumah Kaca, h. 352)”
― Pramoedya Ananta Toer

Kutipan Pramoedya Ananta Toer di atas ada benarnya. Sepandai apa pun seseorang, selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah.

Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan menulis sebagai upaya atau cara menuangkan pikiran atau perasaan melalui tulisan. Dengan menulis, orang lain akan tahu pikiran dan perasaan kita melalui tulisan kita.

Tulisan yang kaya dan bermakna tentu saja ditulis oleh penulis yang juga kaya. Kaya akan pikiran, wawasan, dan pengetahuan.

Lalu, bagaimanakah kita atau seseorang bisa menulis dengan kaya dan bermakna?

Jawabannya adalah dengan membaca. Membaca merupakan aktivitas melihat serta memahami apa yang dituliskan. (KBBI, 2003) Dengan membaca, pengetahuan dan wawasan kita akan bertambah, bahkan kita bisa memiliki pengalaman yang nilainya melebihi usia kita.

Kok bisa?

Tentu saja bisa. Contohnya, ketika kita membaca buku yang ditulis oleh seseorang berdasarkan riset yang telah dilakukannya selama bertahun-tahun. Dengan membaca, kita bisa menyerap pengalaman si penulis dalam hitungan jam.  Menarik bukan?

Membaca dan menulis merupakan dua hal yang saling berkaitan erat. Kemampuan menulis berbanding lurus dengan kemampuan membaca. Suatu wilayah yang memiliki budaya membaca yang baik tentu diikuti dengan budaya menulis individunya dengan baik.

Hubungan Membaca dan Menulis

Seperti yang telah dituliskan sebelumnya, jika membaca adalah proses membuka jendela dunia, melihat wawasan yang ada dan menjadikannya sebagai khazanah pribadi, menulis adalah proses menyajikan kembali khazanah tersebut kepada masyarakat luas. Kita bisa menggabungkan sebuah khazanah dengan khazanah yang sudah dimiliki sebelumnya.

Sangat sulit bagi seseorang untuk menulis sesuatu yang di luar dirinya. Di luar apa yang pernah dia miliki sebelumnya. Seseorang harus memiliki sesuatu terlebih dahulu sebelum bisa memberikan kepada orang lain. Seseorang harus memiliki wawasan terlebih dahulu sebelum terampil dalam membaginya kepada orang lain.

Dengan demikian membaca mau tidak mau adalah proses yang harus dijalani oleh orang yang berkeinginan untuk bisa menulis. Jika selama ini kita kesulitan menulis dan selalu berhenti pada kalimat atau paragraf pertama, bisa jadi penyebabnya karena terlalu sedikit stok informasi yang Anda miliki sebelumnya. Kita harus menambah stok tersebut agar proses menulis menjadi lancar.

Manfaat Membaca Bagi Keterampilan Menulis

Membaca memberikan manfaat yang sangat besar dalam mengasah kemampuan seseorang untuk menulis. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
* Membaca memperluas wawasan
* Membaca membantu melihat sudut pandang yang berbeda
* Membaca membantu kita belajar teknik menulis yang dipakai oleh      orang yang lebih berpengalaman
* Membaca membuat ide kita melimpah
* Membaca menjadikan otak dan pikiran kita aktif
* Membaca merangsang terbentuknya informasi baru di sistem daya ingat yang siap dipanggil kapan saja
* Membaca memperkaya kosa kata, pilihan kalimat, dan cara penyajian yang bisa kita pakai dalam menulis
* Membaca membuat kita mampu menganalisa, menghubungkan informasi yang terserak, dan melihat benang merah dari sebuah persoalan
* Membaca membuat kita punya bahan yang banyak untuk menuliskannya kembali

Rajin Membaca, Aktif Menulis

Begitu banyak contoh di sekitar kita yang menunjukkan bagaimana orang yang gemar membaca cenderung memiliki keterampilan menulis yang baik.

Buya Hamka adalah orang yang rajin membaca. Beliau juga dikenal sebagai pembaca cepat. Maka tidak heran pula jika beliau bisa menghasilkan banyak karya.

Rhenald Kasali – tokoh pemasaran Indonesia – adalah orang yang aktif membaca. Dengan demikian sangat mudah buat beliau untuk terus menulis tren terbaru dan prediksi tentang peta pemasaran di masa yang akan datang.

Yodhia Antariksa, seorang blogger produktif yang banyak menulis artikel bernas seputar strategi manajemen, mampu berbuat demikian karena punya kebiasaan membaca buku setiap petang.

Selain nama-nama di atas, ada pula beberapa nama selebritas yang menjadi penulis setelah sebelumnya aktif menjadi blogger. Sebut saja Asmirandah, Melly Ricardo, dan Dewi ‘Dee’ Lestari.

Membangun Tradisi Membaca dan Menulis

Tradisi membaca dan menulis merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya bagaikan sepasang kekasih. Untuk itu, mulailah sejak dini membangun tradisi membaca dan menulis.

Jika kita memiliki banyak waktu untuk menonton televisi, aktif bertukar status dan komentar di Facebook, atau berkicau di Twitter, mulailah menggunakan waktu-waktu tersebut untuk membaca buku-buku berkualitas dan menuangkan isinya dalam tulisan.

Kalaupun membaca buku berkualitas masih juga dirasa berat, mulai saja membaca dari buku-buku yang kita sukai. Komik misalnya. Setelah selesai membaca, jangan lupa tuliskan isinya di dalam tulisan, di blog pribadi misalnya.

Dengan begitu, kita mulai membiasakan diri untuk rajin membaca dan giat menulis. Semakin lama, kemampuan kita baik dalam membaca maupun menulis akan meningkat dengan sendirinya. Practice makes perfect. 😉

Jadi, tunggu apa lagi? Segeralah membaca dan mulailah menulis.

“Menulislah sedari SD, apa pun yang ditulis sedari SD pasti jadi.”
― Pramoedya Ananta Toer

“Menulis adalah sebuah keberanian …” 
― Pramoedya Ananta Toer

“Kau akan berhasil dalam setiap pelajaran, dan kau harus percaya akan berhasil, dan berhasillah kau; anggap semua pelajaran mudah, dan semua akan jadi mudah; jangan takut pada pelajaran apa pun, karena ketakutan itu sendiri kebodohan awal yang akan membodohkan semua”
― Pramoedya Ananta Toer

sumber:
http://www.muhammadnoer.com/2011/11/gemar-membaca-terampil-menulis/ — dengan perubahan

S^_P